Halaman

Minggu, 10 Maret 2013

UMMU SULAIM, SANG BUNGA SURGA


UMMU SULAIM, SANG BUNGA SURGA
Seorang wanita dambaan member pelajaran. Nyaris sempurnah sosok wanita ini, wajahnya rupawan begitu menawan, keturunan bangsawan pula. Para lelaki kala itupun banyak yang cintanya tertawan, namun tak seorangpun berani memetik hatinya. Cinta memang penuh misteri, mampu membuat tunduk orang-orang pilihan sekalipun.
Ummu Sulaim laksana sekuntum bunga syurga, semerbaknya mewangi kemana-mana. Hingga suatu saat semerbak itu tercium oleh Abu Thalhah, seorang lelaki yang masih berlumur lumpur kemusyrikan, ah begitu berani ia. Keterpesonaannya pada Ummu Sulaim, memberanikan ia melangkahkan kaki untuk melamar Sang bunga surga itu. Ingin sekali aku berucap, “Wahai Abu Thalhah, sungguh tak pantak engkau dekati wanita mulia itu.” Namun dari sinilah dakwa tauhid itu bermula.
Abu Thalhah datang dengan ditemani mahar yang begitu mahal. Berharap mampu luluhkan hati Sang bunga Surga, Ummu Sulaim. Abu Thalhah memang berani namun kekufurannya telah menjadi tabir. Menghalanginya mendapat sinaran cinta Ummu Sulaim.
“Tidak .”
Begitu jawab Ummu Sulaim,
“saya tidak layak menikah dengan seorang musyrik, ketahuilah ya Abu Thalhah selama ini sesembahanmu adalah patung yang dipahat oleh si fulan dan jika engkau membakarnya dengan api maka niscaya akan hangus menjadi abu.”
Sesak nafas Abu Thalhah. Bibirnya pucak tak mengeluarkan satu katapun, matanya hanya menerawang kosong. Tuhan kayunya dicela, keperkasaan palsunya dilecehkan, keperkasaan durhaka saat seorang hamba bisa membakar Tuhannya kapanpun ia mau. Ternyata mahar mahalnya, tak mampu cairkan hati Ummu Sulaim. Abu Thalhah terpana, akalnya bekerja mencerna perkataan Ummu Sulaim. Belum lagi semuanya usai, Ummu Sulaim kembali bersilat lidah.
“Tidak thukah anda hai Abu Thalhah, patung yang anda sembah itu terbuat dari kayu yang tumbuh di bumi ?
Apakah anda tidak malu menyentuh kayu menjadi Tuhan, sementara potonan yang lain anda jadikan kayu bakar untuk memasak ?”
Kata-kata itu mengalir deras dari sepasang bibir Ummu Sulaim.
“Cukup Ummu, Cukup.”
Muka Abu Thalhah memerah padam tanda malu yang tak teredam.
            Sungguh luar biasa Ummu Sulaim, masih ada asa cinta dihatinya, walau untuk orang musyrik sekalipun. Dengarlah kalimat harapan dari seorang muslimah sejati kepada seorang musyrik.
“Jika anda masuk Islam hai Abu Thalhah, saya rela kamu menjadi suamiku, saya tidak akan meminta mahar darimu selain itu.”
Begitu kata Ummu Sulaim
            Inilah dakwah tauhid dengan logika. Tak perlu menggunakan ayat Qur’an, untuk mendobrak kekufuran. Hanya perlu sedikit logika sederhana yang masuk akal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar