UMMU SULAIM, SANG BUNGA
SURGA
Seorang wanita dambaan member pelajaran. Nyaris sempurnah
sosok wanita ini, wajahnya rupawan begitu menawan, keturunan bangsawan pula.
Para lelaki kala itupun banyak yang cintanya tertawan, namun tak seorangpun
berani memetik hatinya. Cinta memang penuh misteri, mampu membuat tunduk
orang-orang pilihan sekalipun.
Ummu Sulaim laksana sekuntum bunga syurga, semerbaknya
mewangi kemana-mana. Hingga suatu saat semerbak itu tercium oleh Abu Thalhah, seorang
lelaki yang masih berlumur lumpur kemusyrikan, ah begitu berani ia.
Keterpesonaannya pada Ummu Sulaim, memberanikan ia melangkahkan kaki untuk
melamar Sang bunga surga itu. Ingin sekali aku berucap, “Wahai Abu Thalhah,
sungguh tak pantak engkau dekati wanita mulia itu.” Namun dari sinilah dakwa
tauhid itu bermula.
Abu Thalhah datang dengan ditemani mahar yang begitu mahal.
Berharap mampu luluhkan hati Sang bunga Surga, Ummu Sulaim. Abu Thalhah memang
berani namun kekufurannya telah menjadi tabir. Menghalanginya mendapat sinaran
cinta Ummu Sulaim.
“Tidak .”
Begitu jawab
Ummu Sulaim,
“saya tidak
layak menikah dengan seorang musyrik, ketahuilah ya Abu Thalhah selama ini
sesembahanmu adalah patung yang dipahat oleh si fulan dan jika engkau
membakarnya dengan api maka niscaya akan hangus menjadi abu.”
Sesak nafas
Abu Thalhah. Bibirnya pucak tak mengeluarkan satu katapun, matanya hanya
menerawang kosong. Tuhan kayunya dicela, keperkasaan palsunya dilecehkan,
keperkasaan durhaka saat seorang hamba bisa membakar Tuhannya kapanpun ia mau.
Ternyata mahar mahalnya, tak mampu cairkan hati Ummu Sulaim. Abu Thalhah terpana,
akalnya bekerja mencerna perkataan Ummu Sulaim. Belum lagi semuanya usai, Ummu
Sulaim kembali bersilat lidah.
“Tidak
thukah anda hai Abu Thalhah, patung yang anda sembah itu terbuat dari kayu yang
tumbuh di bumi ?
Apakah anda
tidak malu menyentuh kayu menjadi Tuhan, sementara potonan yang lain anda
jadikan kayu bakar untuk memasak ?”
Kata-kata
itu mengalir deras dari sepasang bibir Ummu Sulaim.
“Cukup Ummu,
Cukup.”
Muka Abu
Thalhah memerah padam tanda malu yang tak teredam.
Sungguh luar biasa Ummu Sulaim,
masih ada asa cinta dihatinya, walau untuk orang musyrik sekalipun. Dengarlah
kalimat harapan dari seorang muslimah sejati kepada seorang musyrik.
“Jika anda
masuk Islam hai Abu Thalhah, saya rela kamu menjadi suamiku, saya tidak akan
meminta mahar darimu selain itu.”
Begitu kata
Ummu Sulaim
Inilah
dakwah tauhid dengan logika. Tak perlu menggunakan ayat Qur’an, untuk mendobrak
kekufuran. Hanya perlu sedikit logika sederhana yang masuk akal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar