Halaman

Senin, 04 Maret 2013

MANTAN TKW TAK MENYANGKA BISA MELANJUTKAN PENDIDIKAN

Rusnacebi Habibaty

Siapa bilang TKW tidak bisa melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi ?


Diangkat dari kisahku sendiri. Dulu, terkadang aku berfikir itu semua adalah hal yang mustahil bagi seorang Rusna mantan TKI (TKW) dari Jordania (Negara timur tengah),  berbagai pertanyaanpun sering muncul dibenakku :

“Dapatkah aku melanjutkan pendidikanku setelah sekian lama fakum ?”
“Dapatkah aku menjadi orang yang lebih penting dari sekarang ini ?”
“Dapatkah aku menggapai cita-citaku sebagai seorang pendidik (guru) setelah sekian lama meninggalkan dunia pendidikan ?”


Masih banyak pertanyaan “Dapatkah ?, bisakah ?,,,,, dan pertanyaan yang lainnya. Kini pertanyaan itu sedikit demi sedikit terjawablah sudah,  Semangat tuk menggapai hal tersebut kian menggebuh-gebuh didalam jiwa ini, mengapa tidak ?

Setelah kian lama aku meninggalkan dunia pendidikan selama 2 tahun lebih, sekarang saya kembali berjuang untuk mewujudkan impian dan cita-citaku.  Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin !!!!!!

Puji syukur kepada Allah, yang hanya karena-Nya hal yang mustahil bisa jadi hal yang sangat nyata. Serta salawat dan salama kepada Nabiullah Muhammad SAW yang atas petunjuknya telah mengantarkan umat manusia mina dzulumati ila nur (dari alam gelap gulita menuju alam yang terang menerang).

Banyak orang yang memandang pembantu (pekerja rumah tangga) sebelah mata. Namun tidak demikian denganku, karena predikat itu telah mengantarkanku kepada kemandirian, kedewasaan, rezki yang Insya Allah berkah dan memberikan pengalaman hidup yang tak akan mungkin kulupakan seumur hidup.

Tanpa melanjutkan basa basi lagi mari kita simak kisah nyata perjalanan hidupku beberapa tahun silam ::::::::::::::>>>>>>>>>>

Tamat dari salah satu sekolah negeri (SMPN 1 Lamuru, Kab.Bone)pada tahun 2005, hati ini bimbang dan tak tau menuju arah mana, melanjutkan pendidikan ke SMA atau sederajat adalah hal yang sangat sulit bagiku, mengingat tingkat ekonomi keluarga sangat rendah. Pada saat itu seorang tetanggaku kebetulan datang dari rantau, seketika itulah hati ini tergerak untuk mengikuti langkahnya, yaitu menjadi seorang TKW di Negara Timur tenah, demi melanjutkan pendidikan kelak. Namun pada saat itu kedua Orang tuaku serentak tidak menyetujui niatku tersebut, mengingat umurku masih sangat belia (13 tahun). Namun aku tak hanya diam, ketika mereka belum menyetujui niatku tersebut, akupun minta izin tuk pergi kursus kilat (menjahit) di Kota Bone. Kali ini mereka menyetujuinya, setelah kursus di Bone selama 1 bulan aku kemudian kembali ke kampung halaman di Lapri, dan beberapa bulan tinggal dirumah dengan aktivitas tak menentu setiap harinya. Setiap saat niat menjadi TKW terfikir dibenakku, terkadang hal tersebut kuungkapkan kepada kedua orang tua, namun keduanya sering menolak. Pada akhirnya hari itu dengan menetaskan air mata orang tuakupun mengizinkan aku untuk pergi.
“Pergilah Nak, jika memang itu pilihan mu.”
“Terimah kasih Pak, Bu”

Dan tanpa berfikir panjang aku meminta tolong kepada tetangga yang beberapa bulan lalu datang dari rantaunya untuk memberi info tentang perjalanannya kesana. Aku diberi nomor telefon seorang sponsor yang bisa mengurus keberangkatanku kesana, setelah berbincang dengannya lewat jaringan telfon kami sepakat tuk berangkat 1 minggu kemudian, mengingat masih banyak surat-surat yang harus kupersiapkan. Selama 1 minggu berlalu kedua orang tuaku selalu meneteskan air matanya ketika memandang wajahku, tentu saja hal tersebut mebuatku ikut sedih dan tak bisa menahan air mata.

Satu minggu berlalu, kini saatnya aku meninggalkan rumah menuju ke Jawa barat (Bogor) untuk di bina dalam PT. Gayung Muliah Ikip. Hari itu adalah hari yang sangat berat dalam hidupku selama 13 tahun saat itu, pertama kalinya berpisah dengan kedua orang tuaku. Seakan-akan seisi rumah tidak merelakan kepergianku, suara tangisan oleh Ibu terdengar sangat kuat diluar, tetangga-tetanggapun ikut merasa sedih oleh kepergianku saat itu. Melihat hal tersebut tentunya sebagai mahluk lemah hati ini kurasa tergores-gores oleh tangisan Ibu.

“Nak ingat Allah disana, jangan sampai melakukan hal-hal yang berbau dosa dan maksiat.”
“Iya Bu, do’akan supaya saya selalu dalam lindungan Yang Kuasa. Dalam hatiku (Ya Rab, kuatkan hamba untuk melalui hari ini).”

Empat bulan pembinaan di PT. hari itu visaku datang dari Jordania, tarikan nafas dan hembusan yang berlahan.

“Ya Allah, Sesungguhnya aku bukan makhluk-Mu yang terbaik, namun pertemukanlah hamba-Mu ini dengan makhluk-Mu yang baik, Amin.” (terucap dalam hati)

Dua hari perjalanan musafirku, akhirnya hari itu aku menginjakkan kaki di Negara Jordan (Al-Ordon) yang saat itu membuarku cemas sekaligus takut, karena asingnya Negara tersebut bagiku. Kultur, adat, bahasa dan sebagainya sangat berbeda dengan Negara Indonesia. Kira-kira jam 11 malam pesawat yang kutumpangi mendarat di airport Ordon, perasaan bingung menyelimuti hati, tak tau mau kemana, bertanyapun tak mungkin karena aku belum faham bahasa Ordon. Tak lama kemudian terdengar suara pria paru baya yang memanggil namaku.

“Rusna, Rusna, Rusna Binti Rustan Rahap.”

Dengan perasaan cemas, aku mengangkat tangan. Pria itu mendekat kemudian memeriksa visa dan pasportku, sesekali melihat kertas yang dipegangnya. Aku diminta untuk mengikutinya, dengan perasaan ketakutan aku mengikutinya.

“Ya Allah, pertemukanlah aku dengan hamba-Mu yang baik.”

Pria itu ternyata mengantarku ke Azzarqa, Jabal Thareq (diman kediaman majikanku tinggal) tempatku bekerja.

Hari-hari telah kulewati, hal yang asing kini sudah biasa bagiku, rasa cemas dan takut kini berubah menjadi kegembiraan, fikiran yang dulunya negatif sekarang menjadi positif.

“Alhamdulillah, Ya Allah hamba yakin Engkau ada.”

Mama, Baba (sebutanku untuk kedua majikanku) serta anak-anaknya menganggapku bagian dari keluarganya, Mereka selalu menghibur dan bercanda denganku ketika aku sedang sedih.

Ada pertemuan dan ada perpisahan

Waktu terus berjalan, akhirnya 2 tahun 10 bulan telah berlalu, perasaan rindu dengan keluarga dikampung sudah terasa, niat untuk melanjutkan pendidikan kembali mualai terfikir dibenakku. Dengan berat hati, aku minta izin untuk safar ke baladku Indonesia.

“Mama, Baba, ana beddi zafar ala Indonesia.” (Ibu, Bapak saya mau pulang/pergi ke Indonesia)

“La, Kaman tsana ba’den inti safar badda.” (tidak, satu tahun lagi kamu tinggal disni kemudian pulang)

Awalnya mereka tidak mengizinkan tetapi, mungkin karena sering melihatku murung dan tak segembira biasanya mereka lantas mengizinkanku untu pulang ke Indonesia.

Satu hari sebelum safar dan meninggalkan Jordan (Al-Ordon), kediaman majikanku diselimuti perasaan sedih, apa lagi Mama, semalaman tak tidur menyiapkan barang dan tas yang akan kubawa safar ke Indonesia, olenya aku disuruh kekamar untuk tidur guna menyiapkan tenaga untuk perjalanan esok hari. Saah sudah menunjukkan pukul 2.00 malam, dipembaringan mata ini tak kunjung terlelap kenangan selama berada dirumah itu kian menghampiriku, namun kenyataan yang harus aku sadari esok aku akan safar ke Indonesia.

Pukul 7.00 pagi, aku terbangun dengan ketukan pintu dan suara yang tidak asing oleh Mama.

“Rusna, Rusna habibati gumi.” (Rusna, Rusna sayang bangun)
Dengan sedikit terkejut dari dalam kamar aku menyahut.
“Na’am Mama, haini gumi.” (iya Mama, saya bangun)

Setelah membereskan tempat tidur untuk yang terakhir kalinya disana,kemudian aku menuju ke hamaam (kamar mandi) untuk mandi, setelah berpakaian aku turun menuju kelantai dasar dirumah itu, dengan suara serak Mama menyuruhku kedapur untuk sarapan.

Suasana sedih pagi itu, menyelimuti kediaman Maaytah (nama keluarga besar). Saah telah menunjukkan pukul 8.00  pagi, digarasi Baba sedang memanaskan mesin marsedesnya yang berwarna biru tua gelap. Suara tangisan Mama sekarang pecah, hal itupun tak tertahankan lagi olehku yang tadinya hanya meneteskan air mata secara diam-diam. Tak lama kemudian klakson mobil Baba berbunyi, dcepatan kemudian menyuruhku

Peeeepp,,,, peep,,,, peeeeep,,,,

“Yallah bisur’a ya binti.” (Ayo cepat anakku)

Mengingat jadwal penerbanganku jam 9.30 pagi, dengan berat hati Mama melepaskan pelukannya, dan kemudian berdiri didepan pintu dengan mata yang memerah dan membengkak.

Akupun bergegas menuju kekendaraan marsedes Baba, dan kami berangkat ke Airport di Amman (ibukota Jordan). Kurang sepuluh menit dari jam 9.00 kami sampai di bandara dengan wajah memerah, Baba melambaikan tangan ke arahku dan akupun membalasnya.

“Ada pertemuan dan ada perpisahan.” (kataku dalam hati)

Dua kali transit, jam 9.00 malam akhirnya sampailah di Bandara Soekarno Hatta (Jakarta), kemudian aku memesan tiket menuju kota daenga (Makassar) lalu kembali ke kampung halaman Bone/Lapri Des.Binuang, Kec.Libureng, Kab.Bone dan berkumpul kembali dengan keluarga.

Merantau ke negeri orang selama 2 tahun lebih, tidak membuatku malu dan mengurungkan niatku untuk melanjutkan pendidikan, apalagi ketika melihat anak sekolah lewat didepan rumah. Keinginan itu selalu ku aduhkan kepada Rabku dalam shalat.  Setelah dua bulan di rumah dan hasil diskusi yang cukup panjang antara Paman dan salah satu kepala sekolah yang ada dikampung, Akhirnya aku diterimah disekolah MAS Mattiro Deceng Kec.Libureng, Kab.Bone. Sujud syukur dan puasa nazar kulakukan atas rasa syukurku terhadap Allah SWT.
Mengingat lamanya menganggur didunia pendidikan, aku tidak yakin diterima menjadi salah satu siswa disekolah manapun. Namun Allah SWT menghendakiku untuk melanjutkan pendidikan.  Setelah satu minggu masuk sekolah aku dibelikan motor dari gajiku kerja di Jordan, meskipun bukan motor baru namun itu sangat membantuku mengingat jarak dari rumah kesekolah cukup jauh. Hingga sekarang, sedikitpun aku tidak perah menyangka bisa melanjutkan pendidikanku. Sekali lagi Alhamdulillah, kemustahilan bisa menjadi hal yang sangat nyata jika Allah SWT berkehendak.

Alhamdulillah, demikianlah kisah perjalanan dan pengalaman yang tak terlupakan dalam hidupku.

MANTAN TKW TAK MENYANGKA BISA MELANJUTKAN PENDIDIKAN

                                                                                                    

Penulis

RUSNA RANTAUMA
4 maret 2013

2 komentar:

  1. :') terharu... ini ekspresi pertama yang muncul ketika baca kisah ini. Ini mengajarkan pada kita semua bahwa tak ada yang tak mungkin ketika Allah telah berkehendak... Terima kasih untuk kisah luar biasanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih komentarx Ka",,,,ktegaran dan kesabaran + mndektkn dri kepada Allah SWT, itulah senjata yang sanagt ampuh tuk menghadapi dunia,,, ,,,

      Hapus